Rabu, 13 November 2013

IKO-IKO, Sastra Lisan Suku Bajo/Sama

IKO-IKO

1. Definisi Sastra Lisan Iko-Iko
    Iko-iko adalah cerita epik yang dinyanyikan secara acappella, dari hafalan, oleh seorang penyanyi tunggal. Cerita iko-iko dilantunkan pada malam hari pada acara yang beragam (saat memancing semalam suntuk), peluncuran perahu baru, selamatan rumah baru, malam pernikahan, saat pergi melaut, orangtua menidurkan anaknya, dll. Iko-iko berdurasi satu jam sampai lebih dari 14 jam, (dua malam). Cerita iko-iko berbentuk prosa, ungkapan berirama yang dikelompokkan dalam cerita yang dilantunkan dengan vokal panjang yang dinyanyikan. Penggunaan prosa sastra juga berperan dan menjadi bagian dari keindahan dari karya ini: metafora, perumpamaan, narasi serta ragam komposisi paraler (parafrasa yang berpasangan), suatu keunikan dalam bahasa Austronesia. Iko-iko bisa ditemukan di semua suku sama-bajo, dan satu-satunya dengan sebutan kata-kata yang telah di dokumentasiakn dari kepulauan sulu, lihat revel dkk. (2005).
    Iko-iko menceritakan perjalanan inisiasi kepahlawanan dengan menghadapi bajak laut dan/atau musuh, para pesaing untuk mendapatkan hati seorang gadis yang menjadi buah hatinya. Secara tersirat, kita dapat merasakan cerita itu hidup: rasa takut terhadap bajak laut, terhadap musuh-musuh yang ditampilkan dalam iko-iko dan bahkan cerita cinta lari yang terselubung dibalik perjalanan dengan si gadis. Sebuah iko-iko yang indah ini bisa menjadi pelipurlara bagi para pendengar, (meredakan ketegangan dalam komunitas, meringankan kelelahan nelayan sepanjang siang dan malam berlayar).  Ketika menyimaknya, berbagai perasaan bisa timbul seperti misalnya rasa sedih. Selain emosi, petualangan para pahlawan cerita ini juga menjadi inpirasi bagi suku bajo. Pahlawan dalam kisah ini mereka anggap sebagai tokoh sejarah yang nyata dan dapat mengembalikan rasa kebanggaan sebagai suku bajo serta menegaskan kembali identitas mereka.
2. Struktur Narasi yang Khas Iko-Iko
    Tokoh pahlawan dalam cerita iko-iko biasanya adalah seorang pria muda yang baik dan sederhana, dan pada umumnya miskin. Setelah keluar dari lingkungan kelurganya, ia acapkali dipermalukan oleh orang kaya atau para kapten dengan panggilan sesemme same (si compang-camping), tetapi berkat nasehat dari ibu dan ayahnya, maka pad akhirnya dia dapat membuat perhitungan dengan mereka.
    Tokoh perempuannya adalah seorang gadis dari keluarga kaya, memiliki sifat yang keras, dan benar-benar seorang pahlawan perempuan. Hal ini sesuai dengan hubungan sosial suku bajo : peran kedua jenis kelamin relatif sejajar. System monogamy berlaku dalam masyarakat ini dan masalah keuangan dipegang oleh perempuan bajo. Si tokoh perempuan yang membuat penasaran si pemuda meminta kepada si pemuda untuk diantarkan ke sumur bajak laut untuk dapat mendapat kesembuhan. Perjalanan inisiasi ini dilakukan berdua, penuh dengan parabol keumpamaan dari kawin lari. Berkat bantuan nenek moyangnnya, sang tokoh pahlawan pria mendapatkan kekuatan supranatural untuk menaklukkan bajak laut yang menjaga sumur atau yang berkeliaran di laut. Akhirnya, dalam sebuah duel, sang pahlawan membunuh sang kapiten yang kaya yang juga berencana untuk menikahi si gadis. Kita bisa menemukan bentuk narasi inni dalam banyak iko-iko.
    Para pahlawan dari iko-iko bukanlah contoh yang member perjalanan tentang moralitas. Mereka memang pemberani, namun kekuatan supranatural dan tipu daya yang mereka miliki dipergunakan untuk membantai musuh-musuhnya tanpa ampun. Perjalanan inisiasi dimulai dengan keluguan, tidak gesit sampai pada kekerasan dan kadang-kadang serakah, yang penting adalah kemenangan. Cara itu membawa keberhasilan yang nyata : mendapatkan cinta seorang wanita muda yang menarik, kaya, dan kadang pula mendapat kekuasaan (berhasil mendapat warisan dari sang mertua yaitu ayah adari istrinya Lollo, kepala desa/armada. Secara umum tidak ada upaya yang ditampilkan oleh sang pahlawan unntuk mengubah kondisi suku orang bajo ataupun mempergunakan kekuatannaya untuk menekan bangsa lain. Dengan prestasi perorangan ini, sang pahlawan lebih menunjukkan sikap pragmatik dan bertindak untuk kepentingan pribadi, daripada sikap dan semangat ksatria dan bertindak kepentingan kolektif.
3. Iko-Iko, Sebuah Sastra Lisan Yang Terancam Punah
    M. Syukur atau biasa di panggil wa Candra, biasa juga di panggil Puto Syukur, Si Pelantun Iko – Iko ( sastra Bajo ), telah meniggal dunia, pada Sabtu, 29 Agustus 2009 pukul 2.15 dini hari, setelah sebelumnya menderita sakit, di rawat 14 hari di rumahnya dan 2 hari di rumah sakit.
Puto Syukur meninggal di RSUD Sultra ,dalam usia 48 tahun, penyebab kematiannya di duga mengidap penyakit Hepatitis, almarhum di kebumikan di pemakaman umum Kelurahan Lapulu kota Kendari. Ia meninggalkan satu isteri dan empat orang anak.
    Dalam kesehariannya Beliau terkenal dengan nyanyian Iko – iko nya yang merupakan cerita-cerita tentang budaya bajo yang sekarang terancam punah karena pelantun iki-iko sudah jarang. Ia juga terkenal dengan pengobatan tardisional yang di kuasainya. Tak sedikit warga yang berobat kepada sosok yang di kenal ramah ini. Ia juga merupakan pengurus Kerukunan Keluarga Bajo ( Kekar Bajo Sultra ), ia selalu aktif di kegiatan – kegiatan Kekar Bajo. Di setiap acara – acara kesenian bajo ia selalu tampil membawakan iko-ikonya , sebagai suatu cerita rakyat yang di dalamnya banyak mengandung unsur agama, sosial, budaya, bahkan kehidupan remaja pun di ceritakan. Ia begitu piawai membawakannya. Kadang persoalan sosial yang terjadi saat ini tak lepas dari untaian kata dari iko-iko yang ia bawakan .
    Di kepulauan kangean, Kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur, terancam punah. Hanya ada satu penyanyi iko-iko, namanya Wak Najan (lihat Nuraini 2008). Sayangnya, Wak Najan adalah penyanyi iko-iko terakhir dikepulauan kangean. Hilangnya kepopularitasan iko-iko tentinya disebabkan oleh “modernitas” yang semakin mengubah gaya hidup suku bajo. Orang yang pergi ke jawa, Madura, dll. Menganggap sebuah upacara tradisional bisa dilakukakn dan berhasil tanpa kehadiran pelantun iko-iko. Mereka lebih memilih untuk fokus pada upaya menjamu dan menghibur para tamu dengan makan malam, dekor pesta, dan peralatan hiburab yang modern. Pemutaran VCD dan Karaoke menjadi iki-iko. Ketika TV satelit suatu saat mencapai kangean, kepunahan iko-iko barangkali akan lebih cepat lagi.
    Sebagai akibatknya, iko-iko hanya dilantunkan dalam aacara pribadi ataupun acara keluarga dan bukankah untuk upacara tradisiinal yang memerlukakn seluruh masyarakat (festifal atau upacara). Jadi berkat permintaan pribadi semacam inilah jenis karya sastra lisan ini masih bertahan hidup. Namun demikian, jumlah perminyaan ini rendah. Generasi muda masa kini tidak termodifikasi untuk menhafal cerita iko-iko. Mereka lebih suka bermain gitar di malam hari ataupun melancong ke pulau bali.
    Jenis karya sastra iko-iko pun terancam punah di komunitas bajo lain di sekitar laut flores (flores,adonara) kendari, sultra, kepulauan tolik-tolik.  Bahkan di Malaysia, karya sastra ini telah punah. Chandra nuraiani merekam semua iko-iko yang diingat oleh penyanyi terakhit dari kecamatan sapekan dan mendranskipsikan sekaligus menerjemahahan lima iko-iko yang terkumpul dalam tesisnya (2008). Dalam bentuk ini, warisan tak bewujud ini bisa tetap tersedia bagi generasi mendatang.
4. Sebuah Sasta Iko-Iko
PAPAKANNAHAN DATU KUMBAYAT
CERITA RAJA KUMBAYAT
Ditulis oleh Wak Gusni Agustus 2004

Dadaulu ma Banjarmasin ma kampoh Kumbayat nia datu
Datu iru dipangaraman datu kumbayat. Nia anakne
Anakne iru aranne Abdul Hasani
Abdul Hasani iru nguppi laggak bulan ka pampahane
Sappalane batun langson patutuku ka patidoran uwa’ne
Takudak uwa’ne sabane enggai ma bibiasane
Sappalane pabolok uwa’ne tilaune uwa’ne. nginaiko na’?
Nyanggukne si Abdul Hasani. Nguppiku uwa’.
Tilau lagi uwa’ne ai upinu. Bulan laggak.
Tilau lagi uwa’ne. laggak ka ainu?
Nyangguk lagi si Abdul Hasani. Laggak ka pampahaku uwa’.
Lamun battiru upinu nak iriran nune
Sampe manenje upi iru na pakaresanu

Sappalane basarne si Hasani dagah. Dubuane babarah ka bidok
Sapalane lupusne bua’ barangkene oloan bara’
Sapalane rungaine salire susene sabane
Enggai lagingite palahatan terusannene oloan bara’.
Pitu ellaune pitu sanganne karapakne ka dakau pulau.
Pulau iru aranne pulau singgapur. Kadarakne iye matoahan babarahne.
Payu babarahne. Sude tarimane esenne dibilahne memon.
Parane memon esen iru due bidok babarah lamun na dipameli lagi.
Dadi sawalne dabidok. Sawal iru pamelline sarah
Mamanok. Ma sarah irune modalene katis.
Tataberine sehene tambanne dandangenne.

Uwa’ne matai ma Banjarmasin.
Molene iye tumalanne iye ngalarisan romah sanngapur
Ma dialan romah iru takitane umbu. Umbu iru teo diindak
Susuranne ataine menenje nia umbu mandiru nia api.
Manenje nia api mandiru nia aha aha marekek
Patukune iye ka api iru. Tatoho mandiru nia ruma.
Pairune si abdul Hasani tabe-tabe. Nyaggukne dapu ruma iru
Palaju kite nyok dapu ruma iru. Tilaune dapu ruma iru
Teke manenje kite? Aku itu teke ma kote singapura na mole ka
Banjar pagatan. Missal esnku na pangongkosku
Matenjeko lamun pabuttehkuko beke anakku?
Nyangguk si Abdul Hasani lamun mase kite ka aku buttehne.

Pabuntehnene iye. Udeye bunteh mandirune iye pupok beke matoane.
Enggai sabe bête muhunne iye ka endane
E adi na palenankuneko dolo mole. Barangkene iye.
Enggai sabe teo iye malenan ruma palimbak iye lagi
Taingakne lebi esenne ma songkone kole dipameli buas due kilo.
Tedenene esen iru ka endane. Baunne endane.
Na panginaikune esen itu? Soroh pakitahanne
Pemelinu buas dakilo pamelinu saloka dakau pamelinu gole mire dakilo.
Pakaniahannuku anak. Pakaniahannuku gade beke isine.
Lupus iye pasan barangkekneye.

Rapat iye ka lahatne. Uwa’ne misa babarahanne katis. Dadi pamesine iye.
Endane ma lahatne dadi padagah karanjawe.
Babaroh pakaine daggah. Pangaramanne Abdul Hasani
Banjar pagatan. Si Abdul Hasani ma lahane enggai lagi inga ka endane.
Dadine iye pamesi ma lahatne. Endane du ma lahatne.
Ellau ellau dagah karanjawe. Ma watune dagah pakitahannene daganganne
Nia aha tumalan ma bunda gadene. Takitane aran gadene.
Bacane Abdul Hasani Banjar Pangatan. Tilaune aha tumalan iru
Nginai aramannu batiru gsdenu? Endah na aramanku batiru.
Sabane iye munan aku modal. Nginai memon patilawannu?
Sabane aran iru aran seheku ma Banjar Pagatan.
Iru Abdul Hasani anak datu aha sugi. Aku itu na pore na moe intah.
Daha lagi boanu pore pabelliannune manditu! Saine na melli?
Enggai takatonanku pammanenne. Boahannuakune pore. Diboane intah iru.
Karapat pore beline memon. Pamunanne gadene beke isine,
Saba maranune molene iye boane esen iru ka dapu intah iru.
Dibunane iye lagi bidok. Niane bidokne. Niane gadene.
Manditune ingak endane ka ellene.

Barankene endane ka Banjar Pagatan.
Karapak iye mandore pakadianene manggarne. Sapalane madiane
Mangarne nia pamesi. Suda ditede esenne disohone pamesi iru
Mandi ka dialan pamandian. Sude iye mandi dipulau pasak ka dialan
Patidoran. Madialan patidoran irune tamban laha.
Sude iye sitemu beke lelle iru sohonene iye ka darak meli pugayan
Gangah. Rapak iye ka darak palenanene aha na meli pugayah gangah iru,
Aha sohone iru, iyene dipangaraman Abdul Hasani.
Enggai ngatonan dende ma kapal iru iyene iru endene.
Tellune taunna Abdul Hasani nia ma lahatne.
Dibunanne iye ngilale ka endane.

Mollene iye ka Sanggapur.
Numpah iye ka bagai buton. Rapakne iye ka da kayu toko.
Toko iru toko endane.maniru iye tilau,
Pammananne tilau iru endane. Tapi enggai katonanne manahak iru endane.
Anu patilawanne kaen badu. Niake kaen badu?
Nia nyok dende iru. Ai tanane nyok dende iru aha na makai?
Darue kau kulikne. Lamun darue beke aku kulikne itu sitarua ka kuliku.
Dangaine anggane? Lamun itu anggane tekolamun adakku
Itune sitarua ka endaku tapi nggai genak esenku.
Palua anakne teke ma dialan. Tilau iye ka emma’ne
Aha manenje iru ma’? mandirune endane ngongoya’
Sapale kitane anakne mandirune du sibakus beke anakne.
Terjemahan Dalam Bahasa Indonesia : Papakannahan Datu Kumbayat
    Pada jaman dahulu di Banjarmasin, di kampung kumbayat, ada seorang datuk saudagar yang bernama Datu Kumbayat. Dia mempunyai seorang anak : Abdul Hasani. Suatu hari Abdul Hasani bermimpi kejatuhan bulan di pangkuannya. begitu terbangun, dia langsung mendekati tempat tidur bapaknya. Terkejutlah bapaknya, karena itu bukanlah kebiasaannya. Setelah bapaknya bangun, maka bertanyalah dia. Ada apakah denganmu nak? menyahutlah si Abdul Hasani. Saya bermimpi bapak. Maka bertanyalah si bapak, kamu bermimpi apa? Bulan jatuh! Bapaknya bertanya kembali, jatuh dimana? Menjawablah kembali si Abdul Hasani. Jatuh di atas pahaku bapak. Kalau begitu mimpimu, tunggulah kamu sampai mimpimu itu akan memberi petunjuk kepadamu, bapaknya memberi penjelasan.
    Setelah dewasa, Abdul Hasani menjadi pedagang. Dimuatlah barang-barangnya ke atas kapal, setelah selesai memuatkannya barang-barangnya, maka kapal berangkat, dengan haluan menuju ke barat. Setelah sinar matahari tenggelam dia merasa sedih Karen tidak terlihat lagi pulaunya maka diteruskannya tujuannya menuju ke barat. Setelah tujuh hari dan tujuh malam, sampailah ke suatu pulau yang dinamakan pulau singgapura. Kedaratlah si Abdul Hasani untuk menawarkan barang-barangnya. Setelah semua laku terjual dan Setelah menerima uang dan menghitung, rupanya dia mendapat banyak sekali keuntungan. Berdaganglah si Ahsani dengan dua kapal yang berisi barang-barang maka keuntungannya adalah satu kapal, Keuntungannya dipakai untuk membeli sarang burung. Namun di sarang burung itu modalnya habis, pergilah semua teman-temannya dan dia tinggal sendirian.
    Bapaknya meninggal di Banjarmasin maka pulanglah ia dengan berjalan melintasi hutan singgapura, saat di dalam hutan itu terlihatlah asap. Asap itu terlihat dari jauh, hatinya berkata, darimanakah asap dan api itu dan dimanakah api itu, disana tentunya ada orang yang menyalakan maka mendekatlah dia ke api itu. Benar juga ada sebuah rumah, berjalan kesanalah si Abdul Hasani. Salam..salam…. jawabnya pula si pemilik rumah itu, silakan masuk, jawab si pemilik rumah itu. Maka bertanyalah si pemilik rumah itu, dari manakah anda? Saya dating dari singgapura dan menuju pulang ke banjar pangatan. Saya tidak memiliki uang untuk ongkos bagaimana kalau kamu saya kawinkan dengan anak saya? Kata si pemilik rumah, menyahutlah si Abdul Hasani, jikalau anda kasihan kepada saya kawinkanlah…
    Maka dikwainkanlah dia, stelah pernikahan ditempat itulah dia berkumpul dengan mertuanya, tidak beberapa lama maka mintalah dia kepada isterinya, hai, dik,, aku akan meninggalkan kamu dahulu untuk pulang, maka berangkatlah dia. Tidak terlalu dia meninggalkanrumah, kembalilah dia karena teringat uang simpanannya ada di kopiahnya yang cukup untuk membeli beras dua kilo lalu diberikannya uang itu kepada isterinya. Maka bicaralah isterinya untuk apakah uang ini? Sambil memandangnya, kamu belilah beras satu kilo, kamu beli satu kelapa, beli gula merah satu kilo kamu upayakanlah untuk saya, cobalah kamu jadikan warung dengan yang ada, setelah dia berpesan, maka berangkatlah dia.
    Sampailah dia di kampong bapaknya yang sudah tidak punya apa-apa lagi. Maka dia menjadikan dia seorang pemancing sementara isterinya dikampungnya menjadi pedagang kue-kue, warung yang dipakai berdagang diberi nama Abdul Hasan banjar pangatan. Si Abdul Hasani di kampungnya tidak lagi ingat kepada istrinya. Pada saat berdagang diperlihatkanlah dagangannya bila ada orang yang berjalan di depan warungnya, terlihat nama warungnya Abdul Hasani banjar pangatan yang dapat dibaca oleh orang yang lalu lalan. Suatu hsari beryanyalah seorang yang lewat, mengapa dinamakan seperti itu warung anda? Saya namakan seperti itu karena orang yang memberikan saya modal, banyak pertanyaan anda? Sebab nama itu nama teman saya di banjar pangatan dia si Abdul Hasani anak seorang datuk yang kaya. Saya ini akan ke sana akan membawa intan! Kata orang yang lewat itu. Tidak perlu dibawa kesana, anda jual disini saja! Siapakah yang akan membeli? saya tidak tempat ini. Jawab si orang yang lewat. Saya yang akan berdagan kesana. Maka berdagang intanlah si istri Abdul Hasani itu. Sesampainya disana dagangannya laku laris. Maka dengan keuntungannya dia belanja isi warungnya, dengan senang dia pulang dengan membawa uang itu untuk si pemilik intan, berkat dia diberi pula sebuah kapal, sekarang istri si Abdul Hasani memilik kapal dan warung, saat itulah istrinya ingat ke suaminya.
    Berangkatlah istri si Abdul hasani ke banjar Pangatan, setibanya di sana, di turunkanlah jangkarnya. Setelah di turunkan jangkarnya, dia memanggil seorang pemancing, setelah diberi uang lalu di suruhnya pemancing itu untuk mandi di kamar mandi, setelah ia mandi dipanggilnya untuk masuk ke dalam tempat tidur, di dalam kamar mereka bercumbu yang menjadi obat, setelah perempuan dengan lelaki itu, disuruhnya ia ke darat untuk membeli masakan sayur, sampai di darat ditinggallah orang yang akan membeli masakan sayur itu, orang yang disuruh itu dialah yang di namakan si Abdul Hasani ada di kampungnya dan dia ingatlah kepada istrinya.
    Pulanglah si Abdul Hasani ke Singapura dengan menumpang kepada orang buton. Sesampainya ia di Singgapura lalu berjalan menuju ke rumah istrinya. Singgahlah dia ke sebuah toko, toko itu adalah milik istrinya. Disitu dia bertanya, tetapi dia tidak mengetahui bahwa yang menjawab adalah istrinya. Adakah kain baju? Ada…jawab si permpuan itu. Apa warnanya? Apakah anda yang pakai? Tanya perempuan itu. Sama seperti kamu kulitnya jawab si Abdul Hasani. Kalau sama seperti saya kulitnya, ini cocok ke kulit saya. Berapa harganya? Kalau yang ini harganya mahal ! saya suka yang ini dan cocok untuk istri saya. Tetapi saya tidak punya cukup uang. Keluarlah seorang anak yang datang dari dalam rumah, lalu si anak bertanya kepada ibunya, orang itu dari mana ibu? Disitulah istrinya si Abdul Hasani berteriak setelah melihat anaknya, disitulah mereka bertiga saling berpelukan dengan anaknya.”

    Charless Illous dkk. 2013. Kepulauan Kangean, Penelitian Terapan Untuk Pmbangunan,, Gramedia press..

1 komentar:

PUTRI SAMA

Pada awalnya, orang bajo berasal dari Negeri Johor. Di negeri johor ada satu perkampungan yang dihuni oleh orang-ornag bajo. Mereka ...