Selasa, 29 Oktober 2013

Bahasa Bermajas Dalam Sajak Puisi#

Tugas

K A J I A N   P U I S I
(Bahasa Bermajas Dalam sajak Puisi)





Oleh:

MARWAN ABIDIN
A1D1 11 071



PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA DAN DAERAH
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS HALUOLEO
KENDARI
2012





BAB I
PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang
Puisi adalah kata yang sangat familiar dalam kehidupan sehari-hari, tetapi setiap kali diminta untuk menjelaskan pengertian puisi, sering kali dijumpai kesulitan.Banyak sekali ragam puisi sehingga rumusan pengertian puisi menjadi beragam pula. Pengertian puisi yang diterapkan pada bentuk puisi yang lain. Perumusan pengertian puisi itu sendiri tidaklah penting.Yang utama adalah mampu memahami dan menikmati puisi yang ada.
Secara etimologi, kata puisi berasal dari bahasa Yunani poeima ‘membuat’ atau poesis ‘pembuatan’ dan dalam Inggris poem atau poetry. Puisi diartikan membuat dan pembuatan karena lewat puisi pada dasarnya seseorang telah menciptakan dunia sendiri.Dunia itu berisi pesan atau suasana-suasana tertentu, baik fisik maupun nonfisik.
Menurut Caulay (dalam Aminuddin, 2002:134-135) puisi merupakan bentuk karya sastra yang menggunakan kata-kata sebagai media penyampaian untuk membuahkan ilusi dan imajinasi.Seperti halnya lukisan yang menggunakan garis dan warna yang menggambarkan gagasan pelukisnya.Puisi menggunakan daya ilusi dan imajinasi yang mengungkapkan kenyataan yang terjadi dalam masyarakat.Ilusi dan imajinasi yang membangun puisi merupakan kenyataan.Fakta social dan politik yang sedang terjadi dalam kurun waktu dan budaya tertentu.Sehingga, meskipun menggunakan daya ilusi dan imajinasi sebagai kekuatan penciptaannya, puisi tetap berpijak pada kenyataan social dan politik.
Salah satu elemen estetika paling penting dalam puisi adalah bunyi.Merupakan elemen puisi untuk menciptakan keindahan musik dan kekuatan ekspresif, untuk membangkitkan suasana dan memperdalam makna.Tanpa permainan bunyi, sebuah puisi kehilangan separuh nyawanya.Goenawan Mohamad mengatakan bahwa puisi tidak cuma kata, tak cuma kalimat.Ia juga nada, bunyi, bahkan keheningan.
Faktor permainan bunyi – selain semiotik dan ekstrinsik – merupakan salah satu faktor yang membuat puisi tidak mungkin bisa diterjemahkan.Hanya bisa disadur. Hanya bisa ditulis ulang ke dalam gaya bahasa penerjemahnya. Walau maknanya mungkin masih utuh, namun nilai rasanya bisa jadi tak lagi menyentuh.
Permainan bunyi meliputi asonansi dan aliterasi (pengulangan bunyi dalam kata berurutan), rima (persajakan) dan irama (tinggi rendah, panjang pendek dan keras lembut pengucapan).
Bahasa di dalam sajak pada hakikatnya adalah bunyi.Bunyi yang dirangkai dengan menggunakan pola tertentu, dengan mengikuti konvensi bahasa tertentu. Jika sebuah sajak dibacakan  maka yang pertama-tama yang tertangkap oleh telinga sesungguhnya adalah rangkaian bunyi. Hanya karena bunyi itu dirangkai dengan mengikuti konvensi bahasa, maka bunyi itu sekaligus mengandung makna.
Bunyi di dalam sajak memegang peranan penting.Tanpa bunyi yang ditata secara serasi dan apik, unsur kepuitisan di dalam sajak tidak mungkin dibangun.Dengan demikian, bunyi di dalam sajak memiliki peran ganda.Jika di dalam prosa-fiksi-bunyi berperan menentukan makna, maka didalam sajak, bunyi tidak hanya sekedar menentukan makna melainkan ikut menetukan nilai estetis sajak.
Peran ganda unsur bunyi di dalam sajak menempatkan aspek ini (bunyi) pada kedudukan yang penting.Bunyi begitu fungsional dan mendasar didalam penciptaan sajak. Sebelum sampai kepada unsur-unsur lain, maka lapis bunyi berperan terlebih dahulu. Jika unsur bunyi di dalam sajak tidak dimanfaatkan secara baik oleh penyair, maka tidak dapat diharapkan timbulnya suatu suasana dan pengaruh pada diri pembaca atau penikmat sajak ketika berhadapan dengan sajak yang diciptakan. Dengan demikian, sugesti dalam diri pembaca dan penikmat sajak juga tidak akan muncul.
Bunyi memang dapat menciptakan efek dan kesan.Bunyi mampu memberikan penekanan, dan dapat pula menimbulkan suasana tertentu. Mendengar bunyi jangkerik malam hari akan menimbulkan efek semakin terasa sepinya malam, suatu keheningan. Mendengar suara kicau burung yang bersahut-sahutan dipagi hari, akan membangkitkan suasana riang, sedangkan mendengar suara lolongan anjing di tengah malam akan menciptakan suasana mencekam yang membangkitkan bulu roma. Bunyi-bunyi yang berasal dari hewan tersebut secara konvensi bahasa manusia tidak dapat dipahami maknanya, tetapi dari suasana yang diciptakan dapat dirasakan kesannya.Dengan demikian, bunyi disamping sebagai hiasan yang dapat dirasakan kesannya.Dengan demikian, bunyi disamping sebagai hiasan yang dapat membangkitkan keindahan dan kepuitisan, juga ikut berperan membentuk suasana yang mempertajam makna.Bunyi sekaligus menimbulkan daya saran yang efektif dan memancing sugestif.
Bunyi erat hubungannya dengan unsur musikalitas. Bunyi vocal dan konsonan jika dirangkai dan disusun sedemikian rupa akan menimbulkan bunyi yang menarik dan berirama. Bunyi yang berirama ini menimbulkan tekanan tempo dan dinamik tertentu seperti layaknya bunyi music dan melodi.
Bunyi music inilah yang diharapkan dapat menimbulkan dan membangkitkan imajinasi, memberikan sugesti, serta menciptakan kepuitisan dan keindahan.Sajak berikut memanfaatkan unsur bunyi tertentu.Pemanfaatan bunyi konsonan pada akhir setiap baris sajak berikut ini menyarankan ‘sesuatu’ dan terasa begitu sugestif.
Puisi dari Cecep Syamsul Hari dibandung yang lahir pada 1 mei 1967.Karya-karya kreatif penyair yang jugua di kenal sebagai penulis ceritapendekdanesai. Karya-karyanya antara lain: Para Pemabuk dan Putri Duyung (kumpuan puisi Pablo Nerudi, 1996); Hikayat kamboja (kumpulan puisi D.J. Engright, 1996); Ringkasan Shahih Bukhari (komlikasi 2230 hadis Bukhari karya Al-Imam Zain Al-Din Ahmad bin Abd. Al-Latif Al-Zabidi, Bandung: Mizan, 1997) dan Rumah Sebarang Jalan (kumpulan cerita pendek pilihan R.K. Narayan, Bandung: Matra Media, 2012).
    Adapun puisi-puisi Cecep Syamsul Hari yang dikaji ada 4, yaitu ikebana, meja kayu, negeri cahaya, dan efrosina.

1.2    Rumusan Masalah
Masalah yang dibahas dalam penelitian ini adalah Bahasa Bermajas Dalam Sajak-sajak puisi Cecep Syamsul Hari.

1.3    Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan Bahasa Bermajas Dalam Sajak-sajak puisi Cecep Syamsul Hari.

1.4    Manfaat
Manfaat yang dapat diperoleh dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.    Penulis dapat memperoleh pengetahuan dan pemahaman tentang Bahasa Bermajas Dalam Sajak-sajak puisi Cecep Syamsul Hari.
2.    Pembaca dapat memperoleh pengetahuan dan pemahaman tentang Bahasa Bermajas Dalam Sajak-sajak puisi Syamsul Hri.






BAB II
KAJIAN TEORI

2.1    Pengertian Puisi
Secara etimologis, kata puisi dalam bahasa Yunani berasal dari poesis yang artinya berati penciptaan. Dalam bahasa Inggris, padanan kata puisi ini adalah poetry yang erat dengan –poet dan -poem. Mengenai kata poet, Coulter (dalam Tarigan, 1986:4) menjelaskan bahwa kata poet berasal dari Yunani yang berarti membuat atau mencipta. Dalam bahasa Yunani sendiri, kata poet berarti orang yang mencipta melalui imajinasinya, orang yang hampir-hampir menyerupai dewa atau yang amat suka kepada dewa-dewa. Dia adalah orang yang berpenglihatan tajam, orang suci, yang sekaligus merupakan filsuf, negarawan, guru, orang yang dapat menebak kebenaran yang tersembunyi.
1.    Shahnon Ahmad (dalam Pradopo, 1993:6) mengumpulkan definisi puisi yang pada umumnya dikemukakan oleh para penyair romantik Inggris sebagai berikut.
2.    Samuel Taylor Coleridge mengemukakan puisi itu adalah kata-kata yang terindah dalam susunan terindah. Penyair memilih kata-kata yang setepatnya dan disusun secara sebaik-baiknya, misalnya seimbang, simetris, antara satu unsur dengan unsur lain sangat erat berhubungannya, dan sebagainya.
3.    Carlyle mengatakan bahwa puisi merupakan pemikiran yang bersifat musikal. Penyair menciptakan puisi itu memikirkan bunyi-bunyi yang merdu seperti musik dalam puisinya, kata-kata disusun begitu rupa hingga yang menonjol adalah rangkaian bunyinya yang merdu seperti musik, yaitu dengan mempergunakan orkestra bunyi.
4.    Wordsworth mempunyai gagasan bahwa puisi adalah pernyataan perasaan yang imajinatif, yaitu perasaan yang direkakan atau diangankan. Adapun Auden mengemukakan bahwa puisi itu lebih merupakan pernyataan perasaan yang bercampur-baur.
5.    Dunton berpendapat bahwa sebenarnya puisi itu merupakan pemikiran manusia secara konkret dan artistik dalam bahasa emosional serta berirama. Misalnya, dengan kiasan, dengan citra-citra, dan disusun secara artistik (misalnya selaras, simetris, pemilihan kata-katanya tepat, dan sebagainya), dan bahasanya penuh perasaan, serta berirama seperti musik (pergantian bunyi kata-katanya berturu-turut secara teratur).
6.    Shelley mengemukakan bahwa puisi adalah rekaman detik-detik yang paling indah dalam hidup. Misalnya saja peristiwa-peristiwa yang sangat mengesankan dan menimbulkan keharuan yang kuat seperti kebahagiaan, kegembiraan yang memuncak, percintaan, bahkan kesedihan karena kematian orang yang sangat dicintai. Semuanya merupakan detik-detik yang paling indah untuk direkam.

Dari definisi-definisi di atas memang seolah terdapat perbedaan pemikiran, namun tetap terdapat benang merah. Shahnon Ahmad (dalam Pradopo, 1993:7) menyimpulkan bahwa pengertian puisi di atas terdapat garis-garis besar tentang puisi itu sebenarnya. Unsur-unsur itu berupa emosi, imajinas, pemikiran, ide, nada, irama, kesan pancaindera, susunan kata, kata kiasan, kepadatan, dan perasaan yang bercampur-baur.

2.1.1  Unsur-unsur Puisi
Berikut ini merupakan beberapa pendapat mengenai unsur-unsur puisi.
1.    Richards (dalam Tarigan, 1986) mengatakan bahwa unsur puisi terdiri dari (1) hakikat puisi yang melipuiti tema (sense), rasa (feeling), amanat (intention), nada (tone), serta (2) metode puisi yang meliputi diksi, imajeri, kata nyata, majas, ritme, dan rima.
2.    Waluyo (1987) yang mengatakan bahwa dalam puisi terdapat struktur fisik atau yang disebut pula sebagai struktur kebahasaan dan struktur batin puisi yang berupa ungkapan batin pengarang.
3.    Altenberg dan Lewis (dalam Badrun, 1989:6), meskipun tidak menyatakan secara jelas tentang unsur-unsur puisi, namun dari outline buku mereka bisa dilihat adanya (1) sifat puisi, (2) bahasa puisi: diksi, imajeri, bahasa kiasan, sarana retorika, (3) bentuk: nilai bunyi, verifikasi, bentuk, dan makna, (4) isi: narasi, emosi, dan tema.
4.    Dick Hartoko (dalam Waluyo, 1987:27) menyebut adanya unsur penting dalam puisi, yaitu unsur tematik atau unsur semantik puisi dan unsur sintaksis puisi. Unsur tematik puisi lebih menunjuk ke arah struktur batin puisi, unsur sintaksis menunjuk ke arah struktur fisik puisi.
5.    Meyer menyebutkan unsur puisi meliputi (1) diksi, (2) imajeri, (3) bahasa kiasan, (4) simbol, (5) bunyi, (6) ritme, (7) bentuk (Badrun, 1989:6).

Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa unsur-unsur puisi meliputi (1) tema, (2) nada, (3) rasa, (4) amanat, (5) diksi, (6) imaji, (7) bahasa figuratif, (8) kata konkret, (9) ritme dan rima. Unsur-unsur puisi ini, menurut pendapat Richards dan Waluyo dapat dipilah menjadi dua struktur, yaitu struktur batin puisi (tema, nada, rasa, dan amanat) dan struktur fisik puisi (diksi, imajeri, bahasa figuratif, kata konkret, ritme, dan rima). Djojosuroto (2004:35) menggambarkan sebagai berikut.
Berdasarkan pendapat Richards, Siswanto dan Roekhan (1991:55-65) menjelaskan unsur-unsur puisi sebagai berikut.

2.1.2Struktur Fisik Puisi
Adapun struktur fisik puisi dijelaskan sebagai berikut.
1.    Perwajahan puisi (tipografi), yaitu bentuk puisi seperti halaman yang tidak dipenuhi kata-kata, tepi kanan-kiri, pengaturan barisnya, hingga baris puisi yang tidak selalu dimulai dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda titik. Hal-hal tersebut sangat menentukan pemaknaan terhadap puisi.
2.    Diksi, yaitu pemilihan kata-kata yang dilakukan oleh penyair dalam puisinya. Karena puisi adalah bentuk karya sastra yang sedikit kata-kata dapat mengungkapkan banyak hal, maka kata-katanya harus dipilih secermat mungkin. Pemilihan kata-kata dalam puisi erat kaitannya dengan makna, keselarasan bunyi, dan urutan kata. Geoffrey (dalam Waluyo, 19987:68-69) menjelaskan bahwa bahasa puisi mengalami 9 (sembilan) aspek penyimpangan, yaitu penyimpangan leksikal, penyimpangan semantis, penyimpangan fonologis, penyimpangan sintaksis, penggunaan dialek, penggunaan register (ragam bahasa tertentu oleh kelompok/profesi tertentu), penyimpangan historis (penggunaan kata-kata kuno), dan penyimpangan grafologis (penggunaan kapital hingga titik)
3.    Imaji, yaitu kata atau susunan kata-kata yang dapat mengungkapkan pengalaman indrawi, seperti penglihatan, pendengaran, dan perasaan. Imaji dapat dibagi menjadi tiga, yaitu imaji suara (auditif), imaji penglihatan (visual), dan imaji raba atau sentuh (imaji taktil). Imaji dapat mengakibatkan pembaca seakan-akan melihat, medengar, dan merasakan seperti apa yang dialami penyair.
4.    Kata kongkret, yaitu kata yang dapat ditangkap dengan indera yang memungkinkan munculnya imaji. Kata-kata ini berhubungan dengan kiasan atau lambang. Misal kata kongkret “salju: melambangkan kebekuan cinta, kehampaan hidup, dll., sedangkan kata kongkret “rawa-rawa” dapat melambangkan tempat kotor, tempat hidup, bumi, kehidupan, dll.
5.    Bahasa figuratif, yaitu bahasa berkias yang dapat menghidupkan/meningkatkan efek dan menimbulkan konotasi tertentu (Soedjito, 1986:128). Bahasa figuratif menyebabkan puisi menjadi prismatis, artinya memancarkan banyak makna atau kaya akan makna (Waluyo, 1987:83). Bahasa figuratif disebut juga majas. Adapaun macam-amcam majas antara lain metafora, simile, personifikasi, litotes, ironi, sinekdoke, eufemisme, repetisi, anafora, pleonasme, antitesis, alusio, klimaks, antiklimaks, satire, pars pro toto, totem pro parte, hingga paradoks.
6.    Versifikasi, yaitu menyangkut rima, ritme, dan metrum. Rima adalah persamaan bunyi pada puisi, baik di awal, tengah, dan akhir baris puisi. Rima mencakup (1) onomatope (tiruan terhadap bunyi, misal /ng/ yang memberikan efek magis pada puisi Sutadji C.B.), (2) bentuk intern pola bunyi (aliterasi, asonansi, persamaan akhir, persamaan awal, sajak berselang, sajak berparuh, sajak penuh, repetisi bunyi [kata], dan sebagainya [Waluyo, 187:92]), dan (3) pengulangan kata/ungkapan. Ritma merupakan tinggi rendah, panjang pendek, keras lemahnya bunyi. Ritma sangat menonjol dalam pembacaan puisi.

2.1.3  Struktur Batin Puisi
Adapun struktur batin puisi akan dijelaskan sebagai berikut.
1.    Tema/makna (sense); media puisi adalah bahasa. Tataran bahasa adalah hubungan tanda dengan makna, maka puisi harus bermakna, baik makna tiap kata, baris, bait, maupun makna keseluruhan.
2.    Rasa (feeling), yaitu sikap penyair terhadap pokok permasalahan yang terdapat dalam puisinya. Pengungkapan tema dan rasa erat kaitannya dengan latar belakang sosial dan psikologi penyair, misalnya latar belakang pendidikan, agama, jenis kelamin, kelas sosial, kedudukan dalam masyarakat, usia, pengalaman sosiologis dan psikologis, dan pengetahuan. Kedalaman pengungkapan tema dan ketepatan dalam menyikapi suatu masalah tidak bergantung pada kemampuan penyairmemilih kata-kata, rima, gaya bahasa, dan bentuk puisi saja, tetapi lebih banyak bergantung pada wawasan, pengetahuan, pengalaman, dan kepribadian yang terbentuk oleh latar belakang sosiologis dan psikologisnya.
3.    Nada (tone), yaitu sikap penyair terhadap pembacanya. Nada juga berhubungan dengan tema dan rasa. Penyair dapat menyampaikan tema dengan nada menggurui, mendikte, bekerja sama dengan pembaca untuk memecahkan masalah, menyerahkan masalah begitu saja kepada pembaca, dengan nada sombong, menganggap bodoh dan rendah pembaca, dll.
4.    Amanat/tujuan/maksud (itention); sadar maupun tidak, ada tujuan yang mendorong penyair menciptakan puisi. Tujuan tersebut bisa dicari sebelum penyair menciptakan puisi, maupun dapat ditemui dalam puisinya.

2.2    Bahasa Bermajas dalam Sajak–Sajak Puisi
Majas atau gaya bahasa adalah pemanfaatan kekayaan bahasa, pemakaian ragam tertentu untuk memperoleh efek-efek tertentu, keseluruhan ciri bahasa sekelompok penulis sastra dan cara khas dala menyatakan pikiran dan perasaan baik secara lisan maupun tertulis. (Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi ke tiga,tahun 2002).
1.    Majas Perbandingan
Majas perbandingan yaitu gaya bahasa yang dipakai untuk membandingkan sesuatu dengan yang lainnya.
2.    Personifikasi
Personifikasi atau Pengisapan adalah cara pengucapan dengan menggunakan benda mati atau tidak bernyawa sebagai manusia.
3.    Metafora
Metafora (Yun. Metaphora: meta: di atas, pherein: membawa) adalah pengungkapan berupa perbandingan analogis satu hal dengan hal lain, dengan menghilangkan kata-kata seperti, layaknya,, bagaikan, dsb.
4.    Alegori
Alegori (allegoria: allos, lain, agoreurein: ungkapan pernyataan) adalah menyataan dengan cara lain, melalui kiasan atau penggambaran.
5.    Paraler
Paraler adalah ungkapan pelajaran atau nilai tetapi atau dikiaskan atau disamarkan dalam cerita.
6.    Fabel
Fabel adalah menyatakan perilaku binatang sebagai manusia yang dapat berpikir dan bertutur kata.




BAB III
METODE PENELITIAN

    Adapun teknik yang digunakan sesuai dengan metode dalam penelitian adalah:
1.    Teknik baca, yaitu proses pengambilan data dengan menggunakan puisi-puisi karya Cecep Syamsul Soni Farid Maulana.
2.    Teknik catat, yaitu digunakan untuk mencatat hal-hal yang dianggap perlu pada saat pengambilan data.

























BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian
    Adapun puisi-puisi Cecep Syamsul Hari yang dikaji adalah sebagai berikut:

Ikebana
 Pot itu terlalu buncit.Di tepi meja sempit.
Ia seperti perut kurcaci, dan Puteri Salju itu tertawa geli
Merangkai daunpakis dan mawar merah dan gladiul,
Pada pukul tigadini hari.
bukankah majnun? Tapi ia berkata,
"Adakah cinta tanpa sesuatu yang gila  dalam kulum lidahnya”.
Dua sendok gula kau susupkan kedalam cangkir teh panas itu.
 "Di ujung bawah singletmu telah kusulam  huruf awal namamu,
"katamu, Bercakaplah dengan desir angin,
 dan kutub jendela  dan sepatu berdebu itu.
Sebab di  pagi hari ketika sejumlah orang masih sembunyi,
Mungkin dalam mimpi, ia akan pergi dan
melupakan sikat gigi di atas meja pucat,
Di pinggir kasur lipat, menindih sepucuk pesan singkat,
 "Terimalah seluruh keluhku dan Rangkai bunga itu dan
peluhku yang masih melekat di liat lehermu.
Esok aku kembali. Menjemput sepasang sekam matamu
dan membacakan sebuah puisi. ”Esok, begitu pilu janji itu.
Sebab mungkin berarti sebuah senja, di tahun berikutnya,
ketika hujan pertengahan bulan penghabisan akan menyentuh alismudan
payung basah dan kau menangis sendiri di malam yang resah.
Kau pun menulis di halaman sekian buku harian,
dengan kesedihan yang enggan.  "Ia datang dengan mata yang tajam.
Kata-kata yang menggetarkan  tubuh telanjang dan nafas tertahan.
Ia datang dengan lambung yang sakit.
Cinta yang rumit.Seperti tekstur wayang kulit.
" Setelah malam itu, dari langit-langit kamarmu,
kerap wajahnya menghimpit sesak dadamu.
 1997

Meja Kayu
Inilah rahasia senja, usia yang terbuang,
maut yang mengundang dan menghindar. Laut jauh,
malam pualam. Kudengar berbagai suara dari dalam.Pertempuran,
tarian Mephisto, erang dan keluh, jamu yang diseduh, sedang dia
memungut bayang-bayang: Luka dan prelude 
dari duka yang luput.  Ada perempuan matang bergigi kawat, berdiri di sebuah 
hari, ujung tahun yang basah, di bawah pohon cemara
berlampu lebat. Pengakuanku terbesar padamu: aku berhenti
menemui seorang gadis,dan minum kopi lagi.Semakin jarang
aku memberimu ciuman,  umurku berkurang
dan kesepian.Telah kuterima kegagalan dan hujatan
sebagai cinta.Aku keluar, sepatuku selalu bersemir coklat,

kaus kaki baru dan lembut, ah, bukankah telah lama kering
rumput di halaman dan Chopin di masa silam menulis lagu pedih
tentang hujan.Gerimis dan rincing uang logam, pemantik api 
dan pipi yang penuh,sudut kotamu terlalu riuh.Aku bernyanyi,
jika sedih aku bernyanyi:Tepislah cintaku, dan esok pagi
aku akan bangun di kamar hotelku. Sendiri.Yang kusayangi

selalu pergi.Inilah rahasia senja, tanpa patahan kenangan
dan kehendak memuja mitologi.Alangkah riang ketika langit
terang,kereta langsir, peluit tukang parkir bagai jadwal
yang mangkir.Aku murung dan kecewa,di stasiun Tugu
melompat-lompat dan tertawa.Beriman, Faust, bukan bersedia 
keras kepala, untuk senyum seorang perawan,pemimpin yang ribut,

sahabat yang memelihara serigala dalam dadanya, untuk bukan
apa pun.Tidak seperti para terusir di tanah-tanah pengungsian,
aku cuma sedikit kehilangan:  Daun jatuh, percakapan
yang berayun-ayun;dan seorang perempuan lemah 
melepas kerudungnya, mendedah kecupan,  menata surat-surat,
hadiah-hadiah remah,dan mengubur bekas pelukanku
di bawah meja kayu.
1999

NEGERI CAHAYA
Kepada lukisan Mammannoor
Pada sehelai kanvas
Dika menghentikan waktu
Malam selalu terang dan menunggu
Maut menarik batas

Namun langit jugalah yang kekal
Pohon-pohon tanpa nama
Pastel mengandung cahaya
Cinta menangguh ajal

Seorang gadis bergigi kawat
Menggenggam candu
Angin mengecup pusat yang dalam
Rambutku mulai beruban

Sebuah lukisan baru, sebuah luka yang baru
Goresan kuas lebih runcing dari hujan
Garis melengkung, laut mengepung
Dan berikutnya nestapa tak berkesudahan

Kemana dia pergi?
Siapa yang menutup pintu?
Mengapa dari tubuh manusia yang dibakar
Tidak tumbuh bunga?

Dinegeri darah tidak harus merah
Dan tinju bias lebih kekar dari batu
Matahari kadang-kadang berwarna hijau
Orang-orang berjalan tanpa kepala
Terkurung badai ganas
Dan teluk yang menganga
Diatas sampan yang oleng
Seekor singa menjadi pertapa
Berilah nama-nama pohon itu
Seperti kenangan dan senja
Bukanah ceri ung
Lebih ranum dari payudara

Mengapa dia pergi
Mengapa kehilangan begitu sunyi
Karena langit mungkin kekal
Dia tak pernah kembali

Di sehelai kanvas
Kau hentikan waktu,
Menjaga malam terang
Menimang negeri cahaya
2000


EFROSINA
Ketika bangun pagi sekali,pada suatu hari,aku takjub ilalang
Tumbuh sepanjang betisku.tubuhku kecut dan pasi,
Hujan menyiram rambutku semalaman,seorang bermuka
Pucat bermahkota cahaya kedalam caean menuangkan cairan
Merah bagai anggur,seperti darah:”untuk kesehatan kita.”kami
Pun bersulang,aku bersulang,dengan murung.tapi demi tuhan,
Demi dia,wajahnya jelita dan jenaka.aku teringat ibu,
Lalu kutanyakan padanya,telah ia liatkah pohon disurga
Muasal semua penderitaan manusia.namun ibu tersayang terlalu
Jauh dan seruanku begitu rendah.angain keras dan riuh,
Tersesat aku dientah.andaikan fir daus,seandainya inferno,
Dapat diukur dengan kilo jaraknya dan jarum jam
Berputar sebaliknya.barang kali aku menan-------------------------------------------------------------------------------gis,ya,sendirian,
Bermalam-malam.keningku rekat kemar-mar,
baobab berguguran dari sembab
Mataku.dikejauhan seluruh masjid bertakbir,para malaikat pulang.
Ketakbir.meninggalkan sayap dijalan raya.aku terikat
Ditempatku.para filsup menyebutnya dunia,aku menyebutnya penjara
Atau puisi atau jalusi myusim semi seorang dengan sinaran berputar
Dilingkar dikepalanya menjadi kekasihku yang setia,
dan pada suatu swenja minggat begitu saja.aku patah.jatuh
sakit dan ginjalku lemah.aku menunggu,tidak aku tidak menunggu
aku menunggu,tidak,mustahil aku menunggu,aku menunggu,
tidak,ia muskil kembali,ia mungkin kembali. wajahnya memukau
menyeludup dalam mimpiku.bagai rusuh menghujam
lebuh kemarau. Dihari yang pusar di.lidahku diliput
mulut,dan mulutkupun bisu. Biji kandum liar
berjatuhan dari lubang hjidungku,disemaikan angin
keseluruh penjuru. Aku kini buta dan menanti. Bersandar

dikursi mala seharian,setelah itu berminggu-minggu,
kemudian berbulan-bulan.”dungu!”suara asing berbisik
ditelingaku,’segala sesuatu berubah. Waktu tidak berlari
kepunggungmu. Duduk manislah disitu,kenangkan perbuatan
santun masa mudamu. Kutuklah pawai,juga partai,
atau apapun sesukamu.” Sayang,sayang,jangan menuduhku
pencaci dan mendakwaku Mephisto atau Samiri. Bukan,sayang,
bukan. Namaku tk jadi beban. Aku bukan Aaron,
bukan setan. Aku pencinta wajah yang pernah datang dan hilang
meninggalkan untaian manik cahaya,seperti lira Orpeus  bagi madah
Eridike yang nestaopa. Aku maknanan dalam ususmu
Keluhan duka laramu,aku retina dalam matamu. Hanya kudengar
Desir angin. Maka kepadanya aku berkata: “Kunjungilah negeri
Terjauh.Temukan dia untukku.” Akan kutanggungkan
Kesedihanku ,erangkum ranum senyum itu.
1999-2001


4.2    Pembahasan

4.2.1    Majas Perbandingan

Majas Perbandingan pada Puisi Cecep Syamsul Hari yang berjudul Ikebana, Meja Kayu, Negeri Cahaya, dan Efrosina yaitu sebagai berikut:

Ikebana
Pot itu…
Puteri salju itu…
Teh panas itu…
Sepatu berdebu itu…
Setelah malam itu…
Esok aku kembali…
Esok begitu pilu janji itu…
Ia datang dengan mata yang tajam…
Ia datang dengan lambung yang sakit…

Meja Kayu
Inilah rahasia senja yang terbuang…
Inilah rahaia senja tanpa patahan kenangan…
Aku berhenti menemui seorang gadis…
Aku memberimu ciuman…
Aku keluar…
Aku bernyanyi…
Jika aku sedih aku bernyanyi…
Aku akan bangun dikamar hotelku…
Aku murung dan kecewa…
Aku cuma sedikit kehilangan…

Negeri Cahaya
Pada sehelai kanvas…
Disehelai kanvas…
Sebuah lukisan baru…
sebuah luka yang baru…
Mengapa dari tubuh manusia yang dibakar
 Tidak tumbuh bunga?
Mengapa dia pergi?
Mengapa kehilangan begitu sunyi?

Efrosina
Aku menunggu…
 Aku tidak menunggu…
Aku kini buta dan menanti…
Aku makanan dalam ususmu…
Aku retina dalam matamu…
Aku bersulang…
Kami Pun bersulang…

4.2.2  Personifikasi
   
Personifikasi pada puisi Cecep Syamsul Hari yang berjudul Ikebana, Meja kayu, Negeri Cahaya, dan Efrosina yaitu sebagai berikut:

Ikebana
Cinta yang rumit Seperti tekstur wayang kulit…

Meja Kayu
Gerimis dan rincing uang logam, pemantik api 
dan pipi yang penuh,sudut kotamu terlalu riuh…

Negeri Cahaya
Kepada lukisan Mammannoor
Efrosina
para malaikat pulang Ketakbir
andaikan fir daus,seandainya inferno, Dapat diukur
kelopak bunga baobab berguguran dari sembab Mataku
Biji kandum liar berjatuhan dari lubang hjidungku

4.2.3  Metafora
Metafora pada puisi Cecep Syamsul Hari yang bejudul Ikebana, Meja Kayu, Negeri Cahaya, dan Efrosina yaitu sebagai berikut:

Ikebana
Dua sendok gula kau susupkan ke dalam cangkir teh panas itu
Menjemput sepasang sekam matamu dan membacakan sebuah puisi

Meja kayu
Kudengar berbagai suara dari dalam.Pertempuran,
Pengakuanku terbesar padamu
Gerimis dan rincing uang logam, pemantik api dan pipi yang penuh

Negeri Cahaya
Dika menghentikan waktu
Namun langit jugalah yang kekal
Seorang gadis bergigi kawat Menggenggem candu

Efrosina
seorang bermuka Pucat bermahkota cahaya kedalam
caean menuangkan cairan merah bagai anggur
ia liatkah pohon disurga Muasal semua penderitaan manusia

4.2.4  Alegori
Alegori pada puisi Cecep Syamsul Hari yang berjudul Ikebana, Meja Kayu, Negeri Cahaya, dan Efrosina yaitu sebagai berikut:

Ikebana
Puteri Salju itu tertawa geli
Cinta yang rumit. Seperti tekstur wayang kulit
Meja kayu
Alangkah riang ketika langit terang,kereta langsir,
peluit tukang parkir bagai jadwal yang mangkir.
Aku murung dan kecewa,di stasiun Tugu
melompat-lompat dan tertawa

Negeri Cahaya
Warna pastel mengandung cahaya
Matahari kadang-kadang berwarna  hijau

Efrosina
demi tuhan, Demi dia,wajahnya
andaikan fir daus,seandainya inferno
disemaikan angina keseluruh penjuru

4.2.5   Paraler
Paraler pada pusi Cecep Syamsul Hari yang berjudul Ikebana, Meja kayu, Negeri Cahaya, dan Efrosina.

Ikebana
Adakah cinta tanpa sesuatu yang gila  dalam kulum lidahnya
Cinta yang rumit. Seperti tekstur wayang kulit

Meja Kayu
Semakin jarang aku memberimu ciuman,
umurku berkurang dan kesepian.
Tepislah cintaku, dan esok pagi
aku akan bangun di kamar hotelku.

Negeri Cahaya
Namun langit jugalah yang kekal
Pohon-pohon tanpa nama
Warna pastel mengandung cahaya
Cinta menangguh ajal

Efrosina
andaikan fir daus,seandainya inferno,
Dapat diukur dengan kilo jaraknya dan jarum jam
Berputar sebaliknya.barang kali aku menangis,ya,sendirian,
Bermalam-malam.keningku rekat kemar-mar.

4.2.6   Fabel
Fabel pada puisi Cecep Syamsul Hari yang berjudul Ikebana, Meja Kayu, Negeri Cahaya, dan Efrosina yaitu sebagai berikut
:
Ikebana
Tidak ada

Meja Kayu
Tida ada

Negeri cahaya
Seekor singa menjadi pertapa

Efrosina
Tidak ada














BAB V
P E N U T U P

5.1  Kesimpulan
Majas atau gaya bahasa adalah pemanfaatan kekayaan bahasa, pemakaian ragam tertentu untuk memperoleh efek-efek tertentu, keseluruhan ciri bahasa sekelompok penulis sastra dan cara khas dala menyatakan pikiran dan perasaan baik secara lisan maupun tertulis. (Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi ke tiga,tahun 2002).
7.    Majas Perbandingan
Majas perbandingan yaitu gaya bahasa yang dipakai untuk membandingkan sesuatu dengan yang lainnya.
8.    Personifikasi
Personifikasi atau Pengisapan adalah cara pengucapan dengan menggunakan benda mati atau tidak bernyawa sebagai manusia.
9.    Metafora
Metafora (Yun. Metaphora: meta: di atas, pherein: membawa) adalah pengungkapan berupa perbandingan analogis satu hal dengan hal lain, dengan menghilangkan kata-kata seperti, layaknya,, bagaikan, dsb.
10.    Alegori
Alegori (allegoria: allos, lain, agoreurein: ungkapan pernyataan) adalah menyataan dengan cara lain, melalui kiasan atau penggambaran.
11.    Paraler
Paraler adalah ungkapan pelajaran atau nilai tetapi atau dikiaskan atau disamarkan dalam cerita.
12.    Fabel
Fabel adalah menyatakan perilaku binatang sebagai manusia yang dapat berpikir dan bertutur kata.

5.2  Saran
    Adapun saran berdasarkan hasil pembahasan di atas, adalah di harapkan adanya pembahasan mendalam guna mengetahui lebih lanjut lagi tentang Bahasa Bermajas Dalam Sajak-Sajak Puisi khususnya Puisi yang dikarang atau dibuat oleh Cecep Syamsul Hari.Agar tidak ada yang sesuatu yang dapat meragukan dalam gal ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PUTRI SAMA

Pada awalnya, orang bajo berasal dari Negeri Johor. Di negeri johor ada satu perkampungan yang dihuni oleh orang-ornag bajo. Mereka ...